Jeong Hoon's Quotation

Saturday, January 10, 2009

Perhaps This Is Life 07



Semua yang terjadi hari ini, seolah olah menyadarkan Christ akan impiannya selama ini. Dia berpikir terlalu simple. Didunianya hanya ada dirinya dan Shenka sebagai impian tertingginya. Dia tidak pernah menyangka bagaimana dunia Shenka yang sebenarnya. Hari ini dia telah melihat sebagian kecil dunia Shenka. Ada seorang Hideaki Choi yang siap menjawab semua pertanyaan Shenka seputar politik dan tata krama kerajaan. Ada sesosok Lee Yool yang dengan cerdas menjawab keingin tahuan Shenka dalam ilmu pengetahuan. Sejawat dalam filsafat dan seni ada Lee Hee, yang tak lain dan tak bukan adik kandung Christ Lee You sendiri. Dalam hatinya, Christ mempertanyakan apa kelebihannya yang bisa dijadikan materi kuat untuk bersaing dengan mereka terutama dengan Yool. Dalam pikiran yang mengacak secara tidak beraturan, Christ menemukan sosok Hee yang sibuk membenahi kedai bunganya.

“Kenapa kau tidak pernah mengatakan padaku kalau kau mengenalnya?” Christ dengan intonasi pelan bertanya pada Hee yang tidak menyadari kehadirannya.

“Ehh Kakak.” Hee tersenyum. Dia tahu waktu ini akan tiba, dimana Christ akan tahu pertemanannya dengan seorang putri kerajaan Korea yang selama ini dikawalnya. “Aku pikir aku tidak harus menceritakan siapa saja teman temanku khan? Kakak juga tidak pernah memberitahu aku dan keluarga kalau akhirnya mengawal Kak Shenka. Kita tahu karena Kakak muncul di TV. Dan ayah langsung kambuh maag-nya.”

“Ayah baik baik saja khan?”

“Baik. Tapi cobalah sekali sekali pulang.”

“Akan aku coba,” kata Christ singkat.

Percakapan itu terputus karena kehadiran Shenka dan Yool.

“Ahh! Kalian disini rupanya,” kata Shenka sambil mengalungkan lengannya dipundak Hee.

“Ah Kakak jangan begini.” Hee berusaha melepas tangan Shenka sambil melirik kearah Yool.

Yool hanya tertawa kecil, lalu mengeluarkan kepalan tangannya kearah Hee, pura pura marah dan mau menonjok Hee.

“Tuch khan Kak,” tunjuk Hee bergaya merajuk pada Shenka.

Christ dan Yool hanya tertawa melihat tingkah Hee seperti itu. Shenka menurunkan tanganya dari pundak Hee. Dia menghampiri Christ.

“Christ…bisa minta kebaikanmu kali ini?” tanya Shenka dengan hati hati.

“Masalah apa Shenka?”

“Umm…beri aku waktu satu jam. Aku ingin keluar makan sebentar dengan Yool, bisakan?”

Christ melihat kearah Yool seketika. Dia menemukan pemuda itu tersenyum pada dirinya. Tapi dia tidak bisa membalas senyuman itu. Yool hanya diam dan pelan pelan senyumannya menghilang sembari dia menundukkan kepalanya dengan kedua tangan ada disaku celananya.

“Goong Ojoo Ma Ma akan pergi kemana?” nada bicara Christ berubah menjadi formal.

Dan Shenka pun tahu apa artinya itu. “Hanya jalan jalan disekitar sini. Aku mohon ijinkan aku pergi dengan Yool. Hanya satu jam. Aku jamin aku tidak akan pergi kemana mana.”

“Kira kira apakah dia bisa menjaga anda?” tanya Christ sambil melihat kearah Yool.

Shenka mengikuti arah mata Christ yang menatap Yool tajam. Hati Shenka sangsi kalau kalau Christ akan mengabulkan permintaannya.

“Aku akan menjaganya. Sebelum ada dirimu, aku sudah menjaganya terlebih dulu. Hanya saja akhir akhir ini aku sering pergi, jadi jarang menjaganya lagi. Untung sekarang ada dirimu. Jadi aku ucapkan terima kasih karena sudah menjaga dengan baik Kakakku,” kata Yool tegas, lalu tersenyum lantas membungkuk memberi hormat pada Christ.

Suasana mendadak dingin dan kaku. Dihati masing masing orang berkecamuk perasaan yang tidak bisa didefinisikan. Yool melihat kearah Christ, Christ memandang Shenka, Shenka menoleh cemas untuk Yool, sementara itu Hee mengamati dengan bisu sikap kaku Kakaknya.

“Aku mohon kali ini saja Christ, bisa khan?” tanya Shenka mulai cemas melihat kerasnya sikap Christ.

“Baiklah. Hanya satu jam Ma Ma! Itu pun aku yakin atas ucapan Yool barusan. Jadi Ma Ma jangan berusaha melanggarnya,” kata Christ tegas. Lalu dia melihat kearah Yool, “Tolong ingatkan Goong Ojoo Ma Ma untuk segera kembali kesini jika sudah satu jam. Aku dan Paman Kim akan menunggunya disini.”

Yool mengangguk dengan mantap. Shenka tersenyum kearah Christ lalu mengucapkan terima kasih dengan gerakan bibir tanpa menimbulkan suara.

“Kak Shen! Ambil ini!” Hee melemparkan sweater warna biru miliknya. “Angin kencang kalau menjelang sore.”

“Terima kasih Hee. Aku pinjam dulu ya,” kata Shenka sambil tersenyum kearah Hee. “Pergi dulu ya semua.” Shenka perpamitan dengan suara riang.

Secepat kilat tangan Yool meraih tangan Shenka dan menariknya meninggalkan Christ dan Hee. Dari tempat Christ berdiri, dia melihat Yool dan Shenka meninggalkan tempat itu dengan bersepeda kearah utara. Christ menahan gejolak yang ada dihatinya. Dia menunduk dalam dengan tangan mengepal erat.

Lalu Hee menepuk bahu Christ pelan sambil berkata, “Tenang saja Kak. Aku tahu Yool. Dia rela kehilangan nyawanya untuk Kak Shen.”



Yool dan Shenka berboncengan sepeda. Sepanjang perjalanan Yool tersenyum, begitu pula Shenka. Dalam diri mereka masing masing sadar sepenuhnya bahwa sekarang tidak sama seperti dulu. Mungkin hari ini adalah hari terakhir buat mereka bisa bersama sama seperti dulu.

Shenka berpegang erat pada pinggul Yool. “Pelan pelan saja Yool,” kata Shenka setengah berteriak.

“Tenang saja Oe Nii. Mau makan apa?”

“Umm…yang dipinggiran saja ya.”

Yool menghentikan sepedanya. Dia menunjuk sebuah tempat makan kecil yang tertutup oleh kain bertuliskan ‘honjoungshik’ yang artinya menu lengkap makanan khas Korea, yang terdiri dari ikan panggang, iga asap, nasi kukus, sup dan kimchi. “Bagaimana dengan yang itu?” Tanya Yool menoleh kebelakang kearah Shenka.

“Hmm…boleh juga.” Shenka mengangguk mantap.

Mereka berdua masuk kekedai itu sambil bergandengan tangan. Seorang pelayan menyambut mereka dengan ramah. Yool tersenyum dan mengatakan, “Durasam teibeul buta kammida ( a table for two please).”

“Aku ingin memasaknya sendiri, jadi bahan bahannya saja disiapkan,” kata Shenka pada Yool. Pada umumnya restoran di Korea menyediakan dua cara menghidangkan makanan. Pertama sudah dimasak oleh koki, kedua kita bisa memasaknya sendiri dan semua bahan disediakan. Cara kedua adalah favorite di Korea.

Yool mengangguk pelan, “Berarti tidak jadi meja, tapi ruangan dong?”

“Majayo ( that’s right).”

Tidak terlalu lama mereka menunggu bahan bahannya disiapkan. Ruangan yang mereka tempati kecil tapi nyaman.

“Untungnya sayur untuk kimchi sudah dibuat asinan, jadi tinggal dibumbui saja,” kata Shenka kearah Yool sambil tersenyum. Dia menambahkan merica, bawang dan cabe sebelum menambah air kaldu sedikit dan merebusnya di api sedang.

“Oe Nii buat kimchang ya, aku akan buat pulgoki ya,” kata Yool bersemangat yang dijawab anggukan oleh Shenka. Yool mengambil beberapa daging potong yang sudah diasinkan, lalu ditaruhnya didalam mangkuk yang sudah dia isi dengan kecap, bawang, gula, minyak wijen dan cabe. Dia memasaknya di hotplate yang sudah disediakan diatas meja. Pulgoki semacam barbeque ala Korea dan kimchang adalah proses membuat kimchi ( asinan dari sawi putih ).

Akhirnya dimeja sudah tersedia lima jenis makanan. Shenka berhasil membuat pechukimchi (asinan sawi putih yang amat sangat pedas tapi gurih), baek kimchi (sama cuma ini rasanya asin dan berwarna putih) dan maeuntang (sup pedas yang ada ikan putih, jamur, tahu, beberapa jenis sayur dan lada merah). Yool memamerkan pulgoki-nya dan miyok-guk (sup yang terdiri dari aneka sayur dan jamur yang dicampur dengan air kaldu, rasanya gurih). Mereka terkagum kagum melihat hasil masakan mereka sendiri. Rasa lapar hilang diganti rasa capek.

“Wah…hasil kerja keras kita,” kata Shenka pelan.

“Yah benar!” sahut Yool sedikit bersemangat. “Ayo harus bersemangat melahapnya sampai habis tidak tersisa!” teriak Yool.

Mereka duduk berdekatan. Yool merangkul pundak Shenka, demikian pula sebaliknya. Lalu mereka bersama sama berteriak jal muk get sup ni da ( have a good meal ). Lalu mereka memakannya dengan perasaan bahagia. Bahagia yang luar biasa mungkin. Satu jam waktu yang diberikan Christ sudah berlalu lebih lima menit tanpa mereka sadari. Saat itulah handphone Shenka berdering.



“Wah…Christ menelponku. Apa sudah satu jam?” Tanya Shenka melongo kearah Yool yang hanya bisa menggeleng kepala dengan mulut penuh makanan. “Aduh aku harus bilang bagaimana ini?” Shenka mengkerutkan dahinya.

Dengan terbata bata Yool berkata, “Jawab saja Oee…Nii.”

“Ya…Christ?” dengan suara ragu ragu Shenka mengangkat telp dari Christ.

“Goong Ojoo Ma Ma…jam berapa sekarang? Aku mohon segera kembali kemari. Jam delapan Anda ada janji dengan Bei Ya Ma Ma diistana Chonggikue. Mohon segera kembali.”

“Eee…bisa satu jam lagi? Aku baru selesai memasak makanan dan sekarang masih memakannya…eee…bis…”

“Ma Ma aku mohon jangan mempersulitku!” suara Christ kali ini tegas.

Tiba tiba Yool merebut handphone dari tangan Shenka, “Biar aku yang bicara Oe Nii.”

Shenka hanya mengangguk pelan.

“Hallo, Christ?” suara Yool pelan.

“Lee Yool?”

“Iya ini Lee Yool. Mohon maaf aku yang bicara karena Oe Nii masih menyelesaikan makannya. Begini…beri kami satu jam lagi, aku akan kembalikan Oe Nii tepat jam enam sore. Aku mohon.”

“Ssttt…sungguh keterlaluan,” suara Christ menahan marah.

“Aku mohon Christ. Jam enam tepat.”

“Baik! Jam enam! Kalau tidak jangan salahkan aku kalau aku harus memukulmu bila bertemu nanti!”

Christ menutup sambungan telp dengan kasar, menimbulkan bunyi nging yang keras sampai Yool harus menjauhkan handphone dari telinganya.

“Bagaimana?” tanya Shenka sambil memasukkan sepotong ikan kemulutnya dengan sumpit.

“Jam enam Oe Nii harus kembali,” kata Yool sambil tersenyum.

“Yes! Makasih Yool. Tapi Christ marah ya?”

“Sepertinya begitu,” kata Yool pelan lalu mengembalikan handphone pada Shenka.

“Kalau begitu, ayo kita habiskan makanan ini. Kita masih punya waktu 45 menit lagi,” kata Shenka tersenyum kearah Yool.

“Aku ingin hari ini bersama Oe Nii, “ kata Yool singkat dengan menundukkan kepala. “Hanya hari ini. Aku ingin bersama Park Shenka seperti dulu. Aku capek menutupi perasaanku sendiri. Aku berusaha. Sungguh aku berusaha dengan keras. Tapi tidak bisa!”

Shenka tahu perasaan Yool dengan baik. Dia tidak bisa menolongnya. Dia hanya bisa mengusap pelan punggung Yool dengan penuh kasih sayang.

“Yool…tunggu sebentar disini ya,” kata Shenka pelan.

“Oe Nii mau kemana?”

“Menelphon Kakak,” kata Shenka pelan dan tersenyum kearah Yool.



Dia keluar dari ruangan itu. Dan mulai menekan nomer yang akan menghubungkannya dengan Kakak pertamanya yaitu Bei Ya Park Shin Yang Ma Ma. Setelah beberapa menit berbicara, Shenka tersenyum dan hatinya merasa tenang. “Terima kasih Bei Ya. Mohon maaf harus membatalkan janji. Tapi aku janji, sepulang jalan jalan dengan Yool aku akan bawa p’ajon (pancakes bawang Bombay) dan pindaeddok (pancakes tauge dengan daging) kesukaan Bei Ya okay,” kata Shenka berseri seri.

Shenka memasuki ruangan dengan semangat. Dia menemukan Yool masih tertunduk didepan meja yang penuh makanan. Dia tersenyum sambil menepuk pelan punggung Yool. Shenka membisikkan pelan kalimat, “Permintaanmu terkabul. Hari ini aku akan menemanimu bermain adikku sayang.”

Yool tertawa pelan. Dia menoleh kearah Shenka yang masih tersenyum. Yool bergerak terlalu cepat kearah Shenka dan Shenka tidak bisa menghindarinya. Yool memeluknya sekarang. Erat sekali sampai sedikit sesak dada Shenka. “Terima kasih Oe Nii. Terima kasih.” Hanya itu yang bisa keluar dari mulut Yool ditelinga Shenka.



...to be continue...

No comments:

Related Posts with Thumbnails