Jeong Hoon's Quotation

Wednesday, March 25, 2009

Perhaps This Is Life 12




Han Eun Soo adalah seorang balerina. Sang Woo bertemu dengannya saat ada audisi untuk pementasan SWAN LAKE tahun kemarin. Sang Woo penanggung jawab tata musik sedangkan Eun Soo berperan sebagai Black Swan, peran antagonis. Mungkin Sang Woo orang yang romantis dan berhati halus, jadi begitu bertemu dengan Eun Soo yang bersifat keibuan langsung jatuh hati.

Pementasan sudah selesai. Tepuk tangan menggema panjang terdengar membahana didalam gedung. Shenka dan Sang Woo sudah ada dibelakang panggung untuk memberi selamat buat Eun Soo. Para pemain telah masuk kebelakang panggung. Shenka melihat Eun Soo tersenyum dari kejauhan.

“Selamat ya. Pementasan yang bagus...tapi...belum sempurna tuch” kata Sang Woo yang langsung disambut dengan wajah cemberut oleh Eun Soo.

“Benarkah?” tanya Eun Soo.

“Sudah...jangan dengarkan dia Kak Eun Soo. Dia sich suka sirik, apalagi pementasan kali ini bukan dia yang jadi music director-nya khan,” kata Shenka sambil meninju Sang Woo.

“Makasih ya sudah mau datang Goong Ojoo,” kata Eun Soo.

“Ayo cepat ganti pakaian. Kita harus rayakan ok…” ajak Sang Woo.

“Tunggu sebentar ya. Kalian ikut saja keruang kostum. Ayo Ma Ma,” ajak Eun Soo sambil menarik tangan Shenka.

Selagi Eun Soo berganti pakaian, Shenka menolak ajakan Sang Woo untuk merayakan pementasan malam ini. Mereka berdua layak untuk memiliki waktu privasi berduaan saja. Shenka tidak ingin mengganggunya.

“Aku pulang pakai taxi saja Uppa. Tidak usah diantar atau menelpon Paman Kim ya,” pinta Shenka dengan berharap sebab dia tidak ingin melihat Christ saat ini.

“Jangan sembarangan kamu. Ini sudah malam Shenka. Biar aku telp Paman Kim untuk menjemputmu,” kata Sang Woo tegas.

“Ayolah Uppa,” rengek Shenka.

Tak lama kemudian terlihat Eun Soo keluar dari ruang ganti. Sambil menenteng travel bag kecil dia berusaha terlihat semangat walaupun pasti lelah karena pementasan barusan. “Maaf lama. Tadi ada evaluasi kecil,” jelasnya sambil menggandeng tangan Sang Woo.

Shenka iri melihat mereka berdua tampak mesra walaupun jarang bertemu karena kesibukan masing masing.

“Tunggu sebentar disini ya, aku mau ketoilet sebentar,” kata Sang Woo.

“Kita tunggu di lobby ya,” kata Eun Soo kemudian. Eun Soo bercerita tentang pementasan pementasan sebelum malam ini. Dia energik sekali. Pantas saja Sang Woo suka dengannya. Enerjik, pintar dan juga manis. Mereka duduk disofa sambil asyik bercerita cerita.

“Ah itu Uppa. Ya sudah, selamat bersenang senang ya. Aku pulang dulu ya” kata Shenka berpamitan.

“Tunggu sebentar Shenka. Paman Kim akan segera kemari!” perintah Sang Woo.

“Kau tidak ikut dengan kami?” tanya Eun Soo.

“Maaf Kak Eun Soo, sudah malam dan capek banget hari ini. Maaf ya,” kata Shenka. Lalu dia sambung lagi, “Uppa aku naik taxi saja.”

“Shenka...!!!” seru Sang Woo, “Pakai ini saja. Malam sudah larut, kau pakai gaun, naik taxi lagi, pasti dingin. Pakai jas ini supaya tertutup dan tidak kedinginan,” katanya sambil melepas jasnya. Kemudian membantu mengenakannya ketubuh Shenka.

“Bantu aku lepas syal ini Uppa, terlalu menyolok kalau dikenakan” pinta Shenka.

“Bagaimana kalau kita antar Goong Ojoo dulu?” saran Eun Soo.

“Aduh...sudah sudah. Jangan merepotkan begini. Aku jadi serba tidak enak. Sudah 27 tahun nich, sudah tahu jalan pulang ok,” jelas Shenka.

“Dasar keras kepala. Ayo aku antar sampai depan, sampai masuk kedalam taxi,” kata Sang Woo sambil menjitak kepala Shenka.

Cukup lama juga mereka bertiga menunggu taxi datang. Akhirnya Shenka berpamitan dengan mereka berdua sekali lagi.

“Hati hati ya,” kata Eun Soo

“Jangan lupa telp kalau sudah sampai ok!” teriak Sang Woo.

“Ok dech...bye bye,” jawab Shenka.

Shenka masuk kedalam taxi. Dengan jas Sang Woo, dia sedikit merasa hangat dan yang jelas lapar banget plus mengantuk. Sup hie sit Hwang-ssi terbayang diingatannya. Sup itu bisa dia lahap sampai tidak tersisa. Shenka telp ke handphone Hwang-ssi dalam sekejap. “Hallo...Hwang-ssi? sudah tidur anda?” tanya Shenka.

“Goong Ojoo Ma Ma...” suara Mr.Hwang serak.

“Iya...ini aku. Hwang-ssi sup hie sit-nya masih ada sisa?” tanya Shenka sambil tertawa kecil.

“Oh...oh...masih Ma Ma,” jawabnya.

“Baguslah...bisa dipanaskan? Sebentar lagi aku sampai dirumah. Maaf merepotkan Hwang-ssi,” kata Shenka lega.

“Baiklah Ma Ma akan saya panasi sup-nya”

“Terima kasih Hwang-ssi.” Kemudian Shenka tutup handphone-nya sambil melepas napas jauh jauh. Dia berharap semoga saja hari ini dapat akhiri dengan manis.



==> beberapa menit setelah Park Shenka pergi meninggalkan Gedung Kesenian Seoul <==


Mobil Paman Kim terlihat dari jauh oleh Sang Woo dan dia mengamatinya. “Sebentar Eun Soo,” kata Sang Woo.

Mobil itu menepi kearah Sang Woo. Christ keluar tergesa gesa dari mobil. “Yeong Junna…Goong Ojoo Ma Ma ?” tanya Christ sambil menoleh noleh mencari Shenka.

“Dia sudah naik taxi. Itu dia…cepat kejar. Dia tidak mau menunggu kalian.” Perintah Sang Woo.

“Baik Yeong Junna. Selamat malam,” kata Christ singkat. Christ kembali masuk ke dalam mobil. Mobilpun berbelok dengan gesit sampai mengeluarkan bunyi berdecit. Paman Kim berusaha mengejar taxi tersebut. Tiba tiba handphone Paman Kim berbunyi. Christ mengangkatnya.

“Hallo. Christ Lee You disini.”

“Ini Sang Woo. Christ…lebih baik kau jangan ajak Shenka turun dari taxi. Buntuti saja dari belakang sampai dia tiba diistana dengan aman. Ok?”

“Tapi kenapa Yeong Junna?”

“Sebab dia lagi marah besar denganmu. Jadi biarkan saja dia pulang dengan taxi, daripada nanti kalian bertengkar,” jelas Sang Woo.

“Baiklah Yeong Junna.” Telp ditutup. Dan Christ mengikuti instruksi Sang Woo untuk mengikuti taxi itu dari belakang, sampai akhirnya nanti tiba dikastil.



Sopir taxi terlihat bingung, kenapa Shenka mengarahkannya kearah dalam komplek Istana kediaman anggota kerajaan. “Maaf nona, kita akan kemana?” tanya sopir taxi sambil melihat Shenka dari kaca spion didepannya.

“Didepan belok kanan Pak.”

“Baik.”

Tepat didepan halaman istananya, taxi berhenti. Beberapa saat kemudian Shenka membayar taxi. Tepat dibelakang taxi, mobil Paman Kim dan Christ sudah berhenti. Christ buru buru keluar dan menghampiri taxi itu. Saat tangan Shenka akan membuka pintu taxi, Christ lebih dahulu membukanya. Shenka terkejut dan bereaksi kembali amarahnya. Begitu melihat Christ, emosinya timbul kembali.

“Goong Ojoo Ma Ma…” kata Christ pelan.

Sopir taxi itu akhirnya sadar siapa wanita yang telah diantarnya itu. Sopir itu melongo karena tidak menyangka akan mengantar seorang putri. Kemudian dia berlalu membawa taxinya keluar dari komplek kastil itu.

Shenka hanya menghela napas melihat Christ. Kemudian dia melangkah menuju kekastil. Christ masih dibelakangnya dengan diam.

Akhirnya Christ tidak tahan, “Goong Ojoo…maaf.”

Shenka berhenti. Menoleh kearah Christ yang ada dibelakangnya dan berkata dengan nada emosi, “Iya. Sudah kumaafkan. Besok kau angkut barang barangmu dari istanaku. Mengerti khan?”

Christ terhenyak. Matanya melihat tajam kearah Shenka. Shenka mendelik, kemudian dia berjalan lagi kearah kastil. Christ merasa tidak terima kata kata Shenka barusan. Yang baru saja memecatnya. Christ berlari mengejar Shenka yang sudah meninggalkannya. Saat jaraknya sudah dekat, Christ menarik lengan Shenka dengan kuat hingga dia membalikkan tubuhnya tepat dihadapan Christ.

Masih dengan tatapan mendelik, Shenka berkata, “Kenapa? Tidak terima? Terima saja seperti itu. Tidak ada yang pernah bilang menjadi pengawalku akan mudah. Kalau kau masih sibuk mengurus urusanmu, maka selesaikan sekarang. Begitu selesai, pergilah mencariku lagi. Maka aku akan pertimbangkan untuk memperkerjakanmu lagi. Lagian kau akan banyak waktu untuk pacarmu, bukan itu lebih enak?”

Christ menghela napas, “Maaf. Aku tidak bisa terima kalau harus begini.”

“Memangnya kau ada hak apa untuk menyangkal kata kataku? Kalau aku memecatmu, maka akan seperti itu.”

“Sungguh aku minta maaf.” Kali ini Christ menundukkan kepala. Benar benar meminta maaf. Hatinya sakit dan ada rasa takut yang menyelip diantaranya.

“Hahhh…sudahlah. Aku tidak akan mengubah keputusanku.” Shenka berjalan lagi. Kali ini lebih cepat meninggalkan Christ.

Christ mengejarnya. Dan kali ini Christ berhenti didepan Shenka. Kedua tangan Christ mencengkeram lengan Shenka kuat kuat. Dengan napas tersengal sengal berkata, “Aku mohon Shenka. Maafkan aku. Aku akan memperbaikinya.”

Shenka memejamkan matanya. Dia berontak, berusaha melepaskan cengkeraman Christ dilengannya. Tapi cengkeraman Christ begitu kuat. Dia merasa kesakitan karena usahanya untuk berontak. Dengan teriak Shenka berkata, “Aku seorang putri! Harap anda bersikap sopan!”

Sesaat kemudian Christ melonggarkan cengkeramannya. Saat itulah tiba tiba Shenka mendorong Christ dengan kuat kebelakang. Christ yang tidak ada persiapan, kehilangan keseimbangan dan kemudian terhuyung kebelakang beberapa langkah dan akhirnya jatuh kebelakang. Hanya terdengar suara pelan Christ “aaahhh” sebelum jatuh.

Shenka terbelalak dengan expresi terkejut karena tidak menyangka akan mendorong Christ begitu kuat sampai dia terjatuh. Shenka berdiri terpaku. Kemudian dia berjalan cepat menghampiri Christ yang masih dalam posisi terjatuh. “Christ…kau tidak apa apa?” tanya Shenka panik.

Christ berusaha bangkit. Shenka yang berjongkok didepannya membuatnya sulit bergerak. Tiba tiba ada sesuatu yang terjatuh dari saku celananya saat Christ berusaha untuk berdiri. Shenka sudah berdiri didepan Christ. Begitu dekat jarak mereka. Sesaat mata Christ melihat tatapan Shenka yang khawatir. Christ kemudian jongkok sebentar untuk mengambil pemantik apinya yang tadi terjatuh dari saku celananya.

Shenka memperhatikan Christ dengan seksama. Dia begitu terkejut saat melihat pemantik api itu. Dada Shenka tiba tiba menjadi sesak. Dia menarik napas sambil membungkam mulutnya sendiri. Sambil terbata bata, dia bertanya pada Christ, “Itu…itu…dari mana kau mendapatkannya?” Mata Shenka mulai terasa panas dan dadanya bertambah sesak.

“Bukankah kau sendiri yang memberikannya untukku sebelum menghilang ke Amerika,” kata Christ santai.

Mata Shenka berkaca kaca. Dia menggelengkan kepalanya. Dengan terbata bata dia berkata, “Jadi…kau…”

“Iya. Aku yang menolongmu dulu. Dulu sekali. Dan bahkan sampai sekarang kau belum sepatah katapun ucapan terima kasih keluar dari mulutmu. Pergi begitu saja. Membuatku bertambah cemas. Katanya kau trauma, tapi sepertinya tidak seperti itu dimataku,” kata Christ sedikit emosi.

Shenka benar benar terguncang. Dia duduk terjatuh sambil terisak. Christ kebingungan melihatnya begitu. Christ mendekatinya. Memandangi Shenka yang duduk ditanah sambil menangis terisak.

“Maafkan aku,” kata Shenka lirih hampir tak terdengar.

“Ah sudahlah. Tidak apa apa. Toh kamu juga tidak tahu.”

“Tapi…seharusnya aku mencarimu. Mencarimu sampai ketemu dan mengucapkan terima kasih. Bukannya malah pergi tanpa berkata sepatah katapun kepadamu.”

“Kau sudah mengatakan beberapa kata, bahkan beberapa kalimat. Lewat note dan sebotol anggur merah, ingat?” tanya Christ sambil berkerut dahi. “Hanya saja…kau tidak pernah mencariku.” Christ menghela napas, seperti menyesali sesuatu.

Tiba tiba tangis Shenka bertambah hebat. “Aku sungguh sungguh minta maaf. Aku benar benar tidak tahu berterima kasih.”

Tangisan itu semakin hebat sampai Shenka tidak bisa berkata kata lagi. Hanya terdengar isakannya. Christ kasihan melihatnya. Wanita yang selama ini diam diam disimpannya rapi rapi didalam hati, menangis didepannya. Christ memeluk Shenka tiba tiba. Dia tidak tahan melihat Shenka menangis seperti itu. Dalam pelukannya, Shenka tidak memberi perlawanan sama sekali. Dia tetap saja menangis didada Christ. Tapi kali ini Christ merasa lebih tenang, entah kenapa. Hatinya sedikit merasa gembira. Pelan pelan Christ tersenyum. Dan kemudian dia berkata, “Sudah…jangan seperti ini. Kau menangis didadaku seperti anak kecil. Kita sama sama bersalah. Apakah kau mau memaafkanku sekarang?”

Shenka mengangkat kepalanya menjauh dari dada Christ. Sambil cemberut dia berkata, “Dasar memanfaatkan situasi. Mana bisa disamakan?” Shenka sedikit tersenyum melihat wajah Christ yang melongo. “Tapi bagaimana pun juga, aku yang paling bersalah.” Shenka tertunduk dalam.

Tiba tiba Christ memeluknya lagi. Kali ini lebih erat dari pada yang sebelumnya. Shenka sedikit bingung, tapi dia tidak ada keinginan untuk lepas dari pelukan Christ. Sambil memeluk Shenka, dia berkata, “Semua itu tidak penting. Yang penting aku harus selalu ada didekatmu. Dengan begitu aku baru bisa tenang. Biarkan aku istirahat sebentar, karena selama ini aku mencarimu kemana mana hanya karena ingin melihatmu langsung. Tapi kau begitu sulit dicari. Hampir seperti mimpi aku menemukanmu. Kalaupun itu mimpi, biarkanlah sekarang aku bermimpi indah. Memelukmu dan selalu melindungimu. Melihat bagian belakang tubuhmu dan memastikan kau akan selalu tersenyum. Maaf karena sudah membuatmu kecewa hari ini. Maaf juga karena sudah membiarkanmu menangis saat ini. Aku mohon…biarkan aku bermimpi. Jangan bangunkan aku dengan mengusirku. Paling tidak biarkan aku dibelakangmu.”

“Iya,” kata Shenka pelan tapi terdengar oleh Christ.

Christ tersenyum. Kali ini dia benar benar lega. Christ tertawa kecil. Christ mempererat pelukannya. “Terima kasih Shenka,” kata Christ pelan.

Entah apa yang ada dipikiran orang lain jika melihat mereka berdua berpelukan erat seperti itu. Tapi Shenka merasa tidak keberatan dipeluk Christ seperti itu. Bahkan dia tidak ingin melepaskannya. Ada perasaan lega dan gembira. Akhirnya dia bertemu orang yang telah menyelamatkannya beberapa tahun lalu. Bukannya Shenka tidak mencari Christ, tapi keluarganyalah yang berhasil meyakinkannya bahwa suatu hari nanti mereka akan mempertemukan penyelamatnya secara langsung. Masih dalam pelukan Christ yang mulai menghangatkan tubuh Shenka, dia teringat kata kata Shin Yang lima bulan yang lalu saat dia tiba di Seoul pertama kali setelah hampir enam tahun di Amerika dan lima tahun di Inggris.

*****

Waktu itu, lima bulan yang lalu, Yang Mulia Paduka Park Shin Yang menjemput secara pribadi Shenka dibandara. Shenka sempat tersanjung. Pasalnya, kakaknya yang sudah dinobatkan sebagai Raja Kecil masih meluangkan waktu untuk menjemputnya.

“Wah…kau sekarang sudah jadi wanita. Tapi begitu kurus,” kata Shin Yang cemberut.

“Salam buat Bai Ya Park Shin Yang.” Sapa Shenka sambil menundukkan kepala.

“Sssttt…jangan begini. Banyak orang.”

Shenka tertawa terkekeh, “Bei Ya…heeehhh…ayo kita pulang. Sudah lama tidak pulang. Bagaimana kabar semuanya?”

“Baik semuanya. Yang jelas mereka kangen sekali. Dan satu hal…” kalimat Shin Yang terputus.

“Apa? Apa yang satu hal?” tanya Shenka penasaran.

“Tunggu saja sampai kau ulang tahun okay.” Shin Yang tersenyum penuh misteri.

*****

“Jadi ini yang dimaksud Bei Ya Park dengan sesuatu itu. Mengirim Christ berada disisiku untuk selalu melindungiku,” gumam Shenka pelan.

“Apa yang kau katakan?” tanya Christ tiba tiba membuyarkan lamunan Shenka.

“Tidak. Kau tidak mengatakan apa apa,” kata Shenka sambil menggelengkan kepalanya.

“Apakah kau merasa nyaman dalam pelukanku?”

Shenka tiba tiba saja tersadar. Entah sudah berapa lama mereka berpelukan. dia cepat cepat melepaskan dirinya dari pelukan Christ. “Memangnya kenapa?” katanya sambil melotot kearah Christ.

“Heehhh…dadaku sudah kepanasan dan tanganku sudah pegal pegal tahu!” kata Christ sambil memonyongkan mulutnya.

“Chh…siapa yang memeluk duluan?” bentak Shenka.

“Tapi…kau mau khan…” tiba tiba Christ tersenyum nakal.

Shenka mendengus. Ada rasa malu bercampur jengkel, “Sudahlah.” Lalu dia bangun untuk berdiri. Yang kemudian disusul oleh Christ.

“Sudah sudah. Kalian bertengkar terus dari tadi Paman perhatikan. Tadi sudah berpelukan, kenapa sekarang bertengkar lagi ha,” kata Paman Kim tiba tiba mengejutkan mereka berdua.

“Paman tadi melihat ya?” tanya Shenka dan Christ bersamaan.

“Bagaimana tidak melihatnya, dari tadi Paman memperhatikan tingkah laku kalian. Sudahlah Ma Ma…mohon maafkan Christ. Dia memang salah besar hari ini. Dan dia sudah minta maafkan?”

“Sudah,” kata Shenka singkat sambil menundukkan kepala.

“Lihat itu matamu. Sini biar aku usap sebentar. Nanti Hwang-ssi bisa mengintrograsiku habis habisan,” kata Christ sambil melangkah mendekati Shenka. Tangannya dengan halus mengusap mata Shenka yang masih ada sisa sisa air mata. Christ tersenyum. Kali ini senyumnya penuh arti.

Shenka tidak mencegah Christ melakukan itu. Entahlah. dia hanya ingin Christ ada didekatnya. Tidak lagi menyakiti hati Christ. Satu kenyataan yang baru saja didengarnya, membuatnya lebih sabar menyikapi Christ. Hatinya begitu gembira, ternyata orang yang menyelamatkan dirinya adalah Christ. Hatinya bagaikan tersiram air dingin melihat Christ tersenyum. Shenka terdiam. Matanya berkaca kaca. Dan dia memeluk Christ erat. Kali ini Shenka yang memeluk Christ. Dia menangis sejadi jadinya dipundak Christ. Christ sempat bingung sesaat, tapi kemudian Christ sudah bisa mengatasinya. Christ membalas pelukan Shenka dengan melingkarkan kedua tangannya dileher Shenka.

“Maafkan aku selama ini tidak mencarimu. Aku…aku…aku…” Shenka menangis tambah hebat dipundak Christ.

Christ tersenyum mendengar ucapan Shenka barusan. Dia menarik Shenka lepas dari pelukannya, dan berkata, “Asal kau ijinkan aku untuk selalu menjagamu, itu sudah cukup. Jangan membuatku mati penasaran lagi okay.” Christ tersenyum. Hatinya tiba tiba ingin mencium bibir Shenka. Sangat ingin sampai napasnya pelan pelan memburu. Tapi diurungkannya keinginan itu. Christ kembali tersenyum. Dia menghela napas kembali seraya berkata, “Sudah…jangan menangis lagi. Matamu sudah bengkak. Nanti bagaimana aku harus menjawab pertanyaan yang bertubi tubi dari Hwang-ssi?”

“He eh …” jawab Shenka sambil menganggukkan kepala.

Kemudian mereka berdua berjalan menuju pintu utama istana. Berjalan berdekatan sambil tersenyum satu sama lain. Paman Kim yang memperhatikan mereka berdua ikut tersenyum. Ada rasa heran dalam hati Paman Kim terhadap mereka berdua. Sepertinya mereka tertarik satu sama lain pikiran Paman Kim menebak nebak sambil berjalan dibelakang mereka berdua. Berarti perasaan Christ tidak bertepuk sebelah tangan. “Hanya dengan kesabaran yang besar, Christ pasti bisa mendapatkan hati Goong Ojoo Ma Ma. Dengan begitu Seong Junna akan tergantikan. Baguslah kalau begitu,” gumam Paman Kim pelan sekali.

… to be continue …

No comments:

Related Posts with Thumbnails