Jeong Hoon's Quotation

Tuesday, March 10, 2009

Perhaps This Is Life 11



Sementara itu Christ yang masih duduk semeja dengan Chalice dan ayahnya, tidak menyadari kalau Shenka sudah meninggalkan gedung itu.

“Uppa!” panggil Chalice manja kearah Christ.

“Ya…”

“Uppa…aku khan baru selesai kuliah. Kau antar aku jalan jalan yach. Sudah lama tidak pulang Seoul, rasanya kangen. Emmm…aku lihat ada beberapa yang berubah.”

“Nanti aku carikan waktu yang pas. Aku baru saja masuk kerja ditempat baru. Jadi mungkin agak sulit,” jelas Christ sambil meneguk air putih dari gelas kristal bening.

“Christ…kenapa kau tidak masuk diperusahaan ayahmu sendiri? Atau paling tidak, kau bisa bekerja ditempatku,” kata Shin Hyun Joo, ayah Chalice.

“Benar ayah. Kenapa harus susah susah kerja diluar. Apalagi sebagai pengawal anggota kerajaan,” kata Chalice cemberut.

“Tapi aku suka. Bukankah itu yang terpenting?” tanya Christ sambil tersenyum kearah Chalice.

“Putri Park pasti cantik khan?”

“Dari dulu dia cantik. Bukankah aku dari dulu sudah bilang kekamu?” tanya Christ sambil tersenyum nakal.

“Lee Uppa…tidak sungguh sungguh khan? Maksudku…umm…hanya kagum, bukannya cinta khan?” tanya Chalice menyelidik.

Christ hanya tertawa kecil. Kemudian dia mengerutkan dahi, “Sampai sekarang sih belum ada apa apa. Tapi memang harus aku akui, aku memang kangum dengannya. Bukan karena dia cantik, tapi karena pendiriannya.”

“Pantas saja dari dulu tidak pernah pergi kencan denganku. Ternyata ada seorang Park Shenka dihati Lee Uppa,” kata Chalice diikuti tarikan nafas yang berat seolah olah menyesali sesuatu.

“Tenang aja adikku sayang. Kau akan tahu jika aku benar benar serius dengannya. Dia seorang putri. Aku harus mempertimbangkan banyak hal,” kata Christ diikutu tawa renyah.

Sementara itu Chalice sibuk memainkan tangannya diatas meja sambil cemberut, Christ tersenyum tapi ada rasa bersalah didalam hatinya. Bukannya Christ tidak tahu kalau Chalice berharap lebih dari sekedar persaudaraan diantara mereka. Tapi Christ benar benar tidak bisa memberi lebih dari pada seorang adik terhadap Chalice. Entah berapa banyak pria yang Chalice tolak, dengan berbagai macam alasan walaupun Christ sudah mendorongnya agar memiliki seorang pacar, tetap saja dia bersikukuh untuk menjomblo.

Christ kadang bingung melihat keadaan ini. Sewaktu Chalice memutuskan untuk kuliah di Inggris, ada rasa lega yang menghinggapinya. Paling tidak Chalice bisa mandiri. Dan Christ pun bisa tenang menjalankan wajib militernya. Hari hari tanpa Chalice memang sempat membuat Christ merasa kesepian. Tapi hari hari itulah yang kemudian membuatnya bertekat bulat untuk mengambil pendidikan di Departemen Luar Negeri yang sempat ditentang oleh keluarga besarnya. Terutama ayahnya, Lee Dae Jin. Hampir saja dia dianggap anak durhaka karena menolak bekerja pada perusahaan keluarga.

Saat itu musim gugur, kira kira 11 tahun yang lalu, saat Christ baru saja menyelesaikan tahun ketiga pendidikannya di Departemen Luar Negeri, dia mendapat tugas survei diperbatasan Korea dan Korea Utara. Pada saat itu, sedang terjadi pertentangan hebat dalam keluarganya. Sang ayah yang diktator menghendaki Christ keluar dari pendidikannya dan menduduki posisi wakil direktur utama. Tapi Christ menolaknya. Hanya karena kakak pertama Christ seorang wanita, Lee Choon Hyang, ayahnya tidak ingin mewariskan perusahaan kepada kakaknya. Sementara adiknya, Lee Hee, masih terlalu muda untuk memegang perusahaan sebesar Dae Motor. Akhirnya Christ berangkat keperbatasan dengan hati yang amburadol, pikirannya berkecamuk tak karuan.

Saat sampai di camp, ternyata hanya ada tiga orang yang bertugas. Christ mendapat tugas untuk melaporkan perkembangan keadaan diperbatasan. Memasuki hari kedua disana, tiba tiba camp menjadi hiruk pikuk oleh suara suara kebingungan dari teman temannya. Samar samar Christ mendengarkan percakapan mereka. Ada seorang wanita yang terjatuh dari jembatan yang melintasi sungai dibelakang camp dan tidak seorang pun yang bisa berenang untuk menolong wanita itu. Christ memberanikan diri untuk menawarkan pertolongan.

Tak lama mereka sampai ditepi sungai itu. Wanita itu berteriak teriak minta tolong, tapi dari empat orang yang sudah ada disitu tidak ada yang berani terjun kesungai yang hampir membeku tersebut, karena tidak ada yang bisa berenang.

Tanpa berpikir panjang, Christ langsung terjun kesungai. Berenang ketengah. Air sungai yang hampir beku itu telah memati rasakan kakinya. Pada saat yang tepat, Christ meraih tangan wanita itu. Sekejap mata mereka bertatapan. “Mata yang bening,” batin Christ dalam hati. Satu kata yang keluar dari wanita itu sebelum dia pingsan dalam pelukan Christ … terima kasih … Christ membawanya berenang ke tepi. Dan langsung disambut orang orang yang ada disitu. Kaki Christ mati rasa. Dia tidak bisa bergerak, hanya merebahkan diri ditepi sungai yang berbatu batu kecil itu, untuk membiarkan aliran darahnya kembali berjalan normal guna menghangatkan kembali suhu tubuhnya.

Selang beberapa saat, seseorang datang kearah Christ menanyakan keadaannya. Kemudian pemuda itu memapah Christ. “Terima kasih atas keberanian anda tadi untuk menolong adik saya,” katanya sambil memapah Christ.

“Apakah dia baik baik saja?” tanya Christ penasaran. Sampai saat itu Christ belum bertemu dengan wanita yang tadi ditolongnya.

Seseorang menghampiri mereka berdua dan memberitahu bahwa ambulance telah tiba. Pemuda itu mendudukkan Christ diberanda camp. Dia melihat kearah Christ sesaat, kemudian berkata, “Sekali lagi terima kasih. Kami tidak bisa membalas kebaikan anda tadi.” Kemudian dia mengulurkan tangannya, lalu menyebut namanya, “Park Shin Yang.” Dan dia berlalu menuju ambulance yang sirenanya meraung raung keras.

“Tunggu sebentar!” seru Christ.

Pemuda itu menoleh, “Iya…ada apa?” tanyanya.

“Mohon ijinkan aku bertemu dengan nona tadi.”

“Apakah kau kuat untuk berjalan? Ah sudahlah…mari aku bantu berjalan,” kata Shin Yang sambil tersenyum.

Pelan pelan mereka menuju ambulance. Nampak wanita yang tadi ditolong Christ masih belum sadarkan diri. Sekarang ada lebih banyak orang ditempat itu tiba tiba. Tidak kurang dari 20 orang.

Dua orang menghampiri Christ dan Shin Yang. “Biar saya bantu Pak,” kata laki laki setengah baya pada Shin Yang.

“Oh…iya. Shenka bagaimana?” tanya Shin Yang.

“Semuanya sudah normal. Hanya saja belum sadarkan diri,” Jelasnya.

“Bolehkah aku melihatnya sekarang?” pinta Christ.

“Oh tentu tentu. Ayo,” kata Shin Yang.

Mereka berjalan mendekati ambulance. Sudah ada dua dokter dan dua suster. “Cepat sekali mereka datang,” batin Christ terheran heran. Sampai didepan ambulance, Christ melihat wanita yang tadi ditolongnya. Masih terlihat pucat dan belum sadarkan diri.

“Silahkan,” kata Shin Yang mempersilahkan Christ untuk duduk didekat wanita itu. “Mohon tinggalkan kami berdua sebentar,” pinta Shin Yang kepada orang orang yang ada disekeliling mereka.

Tak lama tinggal Christ dan Shin Yang, sama sama melihat kearah wanita yang terbaring dikasur tandu didalam ambulance. Christ tertegun. Dengan wajah pucat, masih terlihat wajah manis yang tertangkap oleh mata Christ. Wanita itu terlihat begitu lemah, membuat setiap orang ingin melindunginya.

Sambil tersenyum, Shin Yang berkata, “Dia adikku. Namanya Park Shenka. Hari ini rencananya kita berdua akan berkemah. Saat bersepeda diatas jembatan, kami tidak tahu kalau ada kayu yang lapuk. Saat itulah dia jatuh kesungai.”

“Begitu rupanya kejadiannya,” kata Christ tertegun melihat wanita yang ditolongnya, yang masih saja tak sadarkan diri. “Dia lumayan manis saat tidur seperti ini. Jadi namanya Park Shenka,” gumam Christ pelan.

“Kami harus bawa dia ke rumah sakit terdekat. Ikutlah dengan kami, sekalian periksakan dirimu. Aku sedikit cemas tadi melihatmu terbaring ditepi sungai,” kata Shin Yang.

*******

Kejadian singkat itulah yang mempertemukan Christ dengan Shenka untuk pertama kalinya. Kejadian itu sudah 11 tahun yang lalu. Dari dulu sampai sekarang Shenka tetaplah seorang yang penuh tanda tanya bagi Christ.

Begitu ambulance berangkat ke rumah sakit, begitu pula Shenka menghilang dari Christ. Pagi hari setelah kejadian itu, Christ berusaha untuk menjenguknya, tetapi dia sudah meninggalkan rumah sakit itu pagi pagi buta. Entah datangnya dari mana, tiba tiba ada rasa sesuatu yang hilang dalam hati Christ. Keinginannya untuk menemui Shenka begitu besar, sampai Christ rela mengayuh sepeda 25 km.

Sampai pada suatu hari, saat Christ sudah kembali ke Seoul, dia menerima bingkisan berisi sebotol anggur merah dan sebotol champagne dihiasi beberapa mawar orange disertai sebuah note kecil.

…Saya mohon maaf kalau sampai saat ini belum bisa bertemu dengan anda untuk mengucapkan terima kasih secara pribadi atas keberanian anda untuk menolong saya. Saya akan benar benar usahakan untuk bertemu. Salam hangat…Park Shenka…

Sampai dengan detik itu tidak terlintas sedikitpun dalam benak Christ siapa sesungguhnya Park Shenka itu. Sampai akhirnya ada undangan makan malam dari Istana Utama kediaman keluarga kerajaan Park. Saat itu Christ masih bingung, atas dasar apa mereka mengundangnya datang ke istana untuk menghadiri jamuan makan malam itu. Tapi Christ tetap datang, karena dia penasaran.

Saat menjejakkan kaki keluar dari taxi yang ditumpanginya, Christ baru menyadari bahwa yang telah dia selamatkan beberapa minggu yang lalu ternyata anggota keluarga kerajaan. Nampak Shin Yang menyambut Christ dipintu halaman depan. Dengan senyum lebarnya yang berlesung pipit, Shin Yang berjalan kearah Christ.

“Apa kabar?” sapa Shin Yang.

“Baik.”

“Silahkan anggap seperti rumah sendiri,” kata Shin Yang sambil tertawa, “Tapi rumah yang besar sekali tentunya.”

“Iya. Saya harus memanggil anda apa?” tanya Christ mengejutkan Shin Yang.

Shin Yang berhenti sebentar, “Hah…yah…yah…kau benar Christ. Christ Lee You bukan?”

“Benar.”

“Panggil saja Shin Yang. Aku lebih tua lima tahun darimu. Dan aku akan memanggilmu Christ saja.”

“Tapi…”

“Panggil A Ge Junna (gelar pangeran pewaris tahta utama) untuk acara acara formal. Contohnya sebentar lagi. Kau akan makan bersama keluarga besarku. Kami tidak tahu bagaimana cara yang pantas untuk mengungkapkan rasa terima kasih kami padamu,” kata Shin Yang sambil menepuk bahu Christ. “Jadi cobalah untuk relaks ok. Yang tegang harusnya kami sekeluarga. Apakah nanti semuanya proper dengan seleramu.”

“Anda tidak perlu begitu.”

“Ayo cepat masuk. Jangan biarkan yang tua tua menunggu kita lebih lama lagi,” kata Shin Yang melangkah masuk.

Menyusuri tembok tembok yang kokoh warna abu abu. Atmosfir udara terasa lebih dingin dan sedikit lembab. Sampai dipintu kayu besar yang kokoh berwarna coklat tua, sudah berdiri seseorang yang kemudian memberi salam pada mereka berdua. Memasuki ruangan yang begitu kentara bergaya klasik Korea, jauh dari bayangan Christ yang mengira akan menemukan nuansa Eropa klasik jaman Raja Louise XVI, yang biasa terdapat didalam rumah rumah para bangsawan. Memang benar kata Shin Yang, ruangan demi ruangan tidak mengesankan seperti sebuah istana, melainkan seperti rumah besar berinterior Jepang – Korea dengan space space luas minim hiasan dan berkesan nyaman.

Saat memasuki ruang makan, ada kesan lain. Sebab kali ini interiornya lebih modern dengan meja panjang banyak kursi model Renaissance. Semua orang yang sudah ada diruangan itu menoleh kearah mereka berdua, kemudian Shin Yang memberi salam pada seorang pria yang sudah tua. Dan kali ini Christ mengenalinya. Dialah Raja Kecil Park Jin Young.

“Silahkan. Anda Christ Lee You bukan, putra pengusaha Lee Dae Jin?” tanya Raja Park.

“Benar.” Jawab Christ singkat.

“Mari aku kenalkan satu satu dengan keluargaku,” kata Shin Yang singkat.

Tidak lama kemudian Christ bergiliran menjabat tangan tangan yang wajahnya masih asing dalam benaknya. Orang yang dari tadi dicarinya tidak kunjung tampak oleh Christ. Setelah selesai acara perkenalan, masing masing duduk dikursi sesuai yang telah ditentukan. Christ duduk diapit oleh Shin Yang disebelah kanan dan Sang Woo disebelah kiri. Sedangkan didepannya sudah duduk tiga wanita cantik walaupun sudah berumur yaitu istri Shin Yang, Han Jung Eun Ge Ma Ma (Istri Putra Mahkota), Ibu Suri (Goong Ma Ma) dan adik dari Raja Park, Park Sol Mi (Geonni Ma Ma). Sementara itu Raja Park duduk diujung meja sebelah kanan dan Permaisuri Kyoko Aikawa yang bergelar Ge Goong Ma Ma duduk diujung meja sebelah kiri.

Setelah duduk dan berusaha untuk tenang, Christ bertanya pada Shin Yang dengan berbisik, “Adik anda…eeeee…Putri Park, dia tidak hadir?”

“Ooo…iya.” Lalu Shin Yang berdiri dan menghadap kearah Christ. Tiba tiba dia memberi hormat pada Christ.

Christ yang terkejut melihat Shin Yang memberinya hormat, langsung berdiri dan memberi hormat balik.

“Sebelumnya kami minta maaf. Park Shenka Goong Ojoo Ma Ma yang seharusnya hadir disini. Tapi kami sekeluarga mohon maaf, karena dia tidak bisa hadir dan secara langsung menyambut anda. Dia sekarang ada di Amerika melanjutkan sekolahnya dan juga therapi. Kejadian itu membuatnya trauma. Itu yang membuat kami semua sedih. Nanti saat yang tepat kami akan membawanya menghadap anda.” Jelas Shin Yang tegas dengan mimik muka serius.

Masih dengan berdiri, Christ menjawab, “Anda semua jangan berlebihan seperti ini. Saya hanya melakukan apa yang bisa saya lakukan.”

“Uppa…ajak Lee You-ssi duduk dulu. Kita bicara pelan pelan sambil makan,” kata Sang Woo tiba tiba mencairkan suasana yang rada menegang.

Kemudian Shin Yang dan Christ kembali duduk. Makanan dihidangkan. Percakapan santai pun dimulai. Dari percakapan demi percakapan Christ berusaha menarik kesimpulan. Park Shenka tetap misteri baginya. Tidak ada satupun dari mereka yang menyinggung nyinggung tentang Shenka. Maka Christ memberanikan diri untuk bertanya. “Putri Park…apakah dia baik baik saja?”

Semua langsung terdiam. Semua mata memandang kearah Christ. Kemudian Shin Yang tersenyum. “Dia baik baik saja. Dia sendiri yang memilih untuk melanjutkan pendidikan ke Amerika. Sssssttttt…mungkin dalam beberapa tahun ini dia tidak akan pulang ke Korea. Trauma atas kejadian itu rupanya membekas dalam hatinya. Sebelum berangkat, secara pribadi dia memintaku untuk memberikan ini padamu.” Shin Yang mengeluarkan sebuah kotak kecil dari saku jasnya. “Katanya sebagai ucapan terima kasih,” jelas Shin Yang.

Sebuah pemantik api, yang terbuat dari kaca anti gores yang bening sekali seperti kristal.

“Sebenarnya Goong Ojoo kurang tahu apakah kau merokok atau tidak, tapi menurutnya sebuah pemantik api akan selalu berguna untuk saat saat darurat. Dia terinspirasi dari film Cash Away.” Kata Sang Woo dari sebelah kiri Christ.

Dengan menarik napas yang berat, Christ merasa seperti seorang pahlawan bagi keluarga ini. Padahal semua itu tidak perlu. “Terima kasih.” Jawab Christ singkat.

“Suatu hari nanti anda akan bertemu dengan Goong Ojoo,” kata Goong Ma Ma tersenyum.

“Oh iya Lee You-ssi, anda bekerja di Departemen Luar Negeri khan?” tanya Raja Park yang dijawab dengan anggukan oleh Christ. “Mungkin suatu hari nanti anda akan sering bertemu dengan putra putriku,” kata Raja Park dengan senyum misterius.

Christ tidak paham dengan maksud kalimat tadi. Tapi dia tidak mau membahasnya. Alasan dia datang diperjamuan ini adalah bertemu dengan orang yang pernah dia tolong, tapi ternyata orang yang bernama Park Shenka telah pergi meninggalkan negeri ini. “Entah berapa lama aku akan bertemu dengannya lagi,” batin Christ dalam hati.


*****


“Uppa…Lee Uppa!” Chalice memanggil Christ yang sedang melamun.

“Ha…” Christ terkejut karena Chalice menepuk pipinya.

“Lee Uppa…sedang melamun ya? Siapa memangnya?”

“Tidak kok…hanya mengingat sesuatu. Sesuatu yang dulu memotivasiku.”

“A Pa. Lihat Bei Ya Park Shin Yang berjalan kearah sini.” Kata Chalice. Dan tak lama kemudian dia berdiri memberi hormat kepada Bei Ya Park, yang rupanya mendatangi setiap meja untuk mengucapkan terima kasih atas kedatangan mereka. Sebelum naik tahta, Bei Ya Park Shin Yang Ma Ma atau Yang Mulia Paduka Park Shin Yang, bergelar A Ge Junna (putra mahkota), setelah dia naik tahta gelarnya berubah menjadi Bei Ya Ma Ma. Begitu pula gelar untuk Han Jung Eun, sebelum menjadi permaisuri bergelar Ge Ma Ma, setelah naik tahta Ge Goong Ma Ma.

Christ pun ikut berdiri memberi hormat serta selamat. Matanya bertatapan dengan mata Bei Ya Park.

Shin Yang tersenyum, “Apa kabar Christ?”

“Kabar baik Bei Ya Park Shin Yang Ma Ma.”

“Senang bisa bertemu denganmu lagi. Apakah kau sudah bertemu dengan adikku? Atau jangan jangan kau sudah menjadi bagian dari hidupnya?”

“Maksudnya?” tanya Christ heran.

Kemudian Shin Yang mendekat dan berbisik ketelinga Christ, “Semoga kau selalu bisa menjaganya dengan baik. Aku percayakan dia padamu.” Shin Yang menepuk pundak Christ, kemudian sekali lagi memberi hormat pada semua orang dimeja itu sebelum melangkah meninggalkan meja itu menuju meja lainnya.

Sekarang Christ adalah pengawal pribadi Shenka. Sudah beberapa hari ini dia tinggal dikastil Shenka. Sebenarnya Christ sudah bertemu dengan Shenka setelah kembali dari luar negeri. Kira kira tiga bulan yang lalu. Saat itu kebetulan Christ sedang bertugas untuk mengawal Shin Yang untuk sebuah acara amal. Saat itu Christ melihat Shenka dari jarak yang lumayan dekat. Shenka datang bersama Sang Woo. Saat itulah dia benar benar melihat wanita yang 11 tahun lalu dia selamatkan, berjalan dengan anggun, tersenyum manis, melambaikan tangan dengan gemulai, bertutur bahasa dengan santun, dan terdiam penuh perhatian. Waktu itu Christ tidak ada keberanian untuk berbicara dengannya. Dia hanya mengamatinya dari jauh. Mendengar dengan teliti dan sekali kali tersenyum pada Shenka saat mata mereka baradu pandang. Pikiran Christ saat itu bertanya tanya apakah Shenka menaruh rasa penasaran padanya, seperti halnya dirinya. Hatinya benar benar telah dirampas dan terbelenggu selama 11 tahun oleh obsesi Christ sendiri untuk menemukan Shenka. Begitu tawaran dari Ibu Suri atau Goong Ma Ma untuk menjadi pengawal pribadi buat Shenka, Christ tanpa berpikir panjang langsung mengiyakan. Dua hari dia tidak tertidur memikirkan hari pertemuannya dengan Shenka.

“Uppa…Uppa!!!” teriak Chalice ditelinga Christ. “Kau melamun apa sich? Apa yang dikatakan Bei Ya Park tadi?”

“Tidak. Bukan apa apa kok.” Christ menghela napas berat.

“Uppa…dari tadi kenapa aku tidak melihat majikanmu, Putri Park. Dia dimana memangnya? Tidak mungkin khan kau datang sendiri kesini tanpa dia?” tanya Chalice bertubi tubi.

Christ tersadar akan sesuatu tiba tiba. “Ya Tuhanku!” teriaknya.

“Ada apa Uppa?”

“Aku harus segera kembali sekarang.” Christ berdiri dari kursinya. Setelah memberi salam pada Shin Hyun Joo dan Chalice, dia terburu buru meninggalkan meja. Chalice hanya bisa terbengong melihat Christ meninggalkannya tiba tiba.


*****


Christ berlari lari kecil. Dia telah melakukan kesalahan. Dia menemukan meja yang tadi ditempati Shenka dan Sang Woo telah kosong. Tiba tiba Christ merasa cemas. Dia mengambil handphone-nya dan berusaha menelpon handphone Shenka, tetapi tidak aktif. Lalu dia berlari keluar istana, mencari Paman Kim diparkiran mobil.

“Paman Kim!” panggil Christ setengah berteriak. “Paman Kim masih ada disini? Goong Ojoo Ma Ma dimana?” Christ nampak panik.

“Dia sudah pulang bersama Yeong Junna. Memangnya kau kemana saja? Pantas dia bertampang masam. Baru sadar melakukan kesalahan Christ?”

“Paman Kim…bantu aku untuk menghubungi Yeong Junna,” pinta christ.

Tiba tiba handphone Christ berbunyi dan ternyata Sang Woo. Sang Woo memberitahu untuk menjemput Shenka segera digedung kesenian Seoul.

“Kita pergi sekarang Paman,” kata Christ.

“Tenang saja Christ. Asal dia bersama kakaknya, dia akan baik baik saja,” Paman Kim berusaha mencairkan ketegangan.

Tangan Christ berkeringat dingin. Jantungnya berdetak kencang. Untuk pertama kalinya dia kehilangan orang yang musti dia jaga dalam tugas.



...to be continue...

No comments:

Related Posts with Thumbnails