Jeong Hoon's Quotation

Wednesday, June 10, 2009

Perhaps This Is Life 17



“Kau ada janji dengan siapa ditaman Samch’ong?” Tanya Hide sambil membawa mobilnya pada kecepatan 25 km/jam.

“Alec,” jawab Yool singkat.

“Terserah kau mau bertemu dengan siapa, aku hanya mengingatkan, aku telah berbohong pada banyak orang untuk menutupi keberadaanmu di Seoul. Aku juga berbohong pada Hee. Kau harus bisa hati hati.”

Yool menepuk bahu temannya itu lalu berkata, “Terima kasih Hide. Aku tahu itu. Aku akan berhati hati.”

“Turun disini?” Tanya Hide.

“Umm…disana saja. Dekat penjual kue beras.”

“Kenakan topimu rapat rapat atau Kak Shen dan pihak istana tahu kalau dirimu masih di Seoul.”

“Beres.”

“Yool, kenapa kau harus menghindar? Katakan yang sebenarnya. Mau sampai kapan kau seperti ini ha? Kasihan Kak Shen. Dia tidak tahu apa apa tentang keadaanmu.” Hide berusaha membujuk Yool.

“Sudahlah. Jangan diperpanjang masalah ini. Aku turun dulu ya,” kata Yool singkat.

“Mana teman barumu itu?”

Yool tersenyum, lalu dia menunjuk seorang pemuda dengan baju warna cokelat abu abu, yang tersenyum kearahnya. Beberapa detik kemudian pemuda itu berlari kearah Yool.

“Hai!” sapa Alec.

“Ini Hideaki, sahabatku,” kata Yool mengenalkan mereka berdua.

“Senang bertemu denganmu,” kata Alec.

“Jaga dia baik baik ya. Dia nyawaku,” kata Hide lalu tertawa.

Alec pun tertawa. Kemudian Hide melambaikan tangan seiring berlalunya mobil yang dikendarainya.

“Kau ingin kemana?” Tanya Yool pada Alec yang masih melihat Hide yang sudah tak nampak kecuali mobilnya.

“Dia tidak seperti orang Korea. Jepang?” Tanya Alec.

“Campuran.”

“Kau sudah siap untuk hari ini mengantarku keliling Seoul?” Tanya Alec bersemangat.

Yool mengangguk. “Dari sini lebih baik kita ke The Blue House.”

“The Blue House dibuka untuk umum?” Tanya Alec tidak percaya.

Yool mengangguk lagi. “Sudah sejak tahun 1993 dibuka untuk umum. Seperti White House lah. Ada beberapa ruangan yang tidak boleh dikunjungi.”

“Baiklah kalau begitu.” Alec menurut saja apa kata Yool.

“Lalu kita ke Tongdaemun Market. Disitu kamu bisa beli tas, jaket untuk oleh oleh.”

Alec diam tertegun. Ingatannya me-memorise kejadian kemarin di Plaza de Seoul. Dirinya dan Shenka sudah tamat. Jadi sekarang bagaimana dia harus memberitahu ayahnya tentang ini semua.

Yool mengkerutkan dahinya. Penjelasan yang baru saja dia ucapkan ternyata tidak ada pendengarnya. Alec terlihat melamun, tidak menyimak penjelasan barusan. “Haaalllllooooooowwwww….”

“Good idea,” kata Alec sambil mengangguk tiba tiba.

“Apanya yang good idea coba?” tantang Yool sambil cemberut.

“Aku dengar kok semua penjelasanmu tadi. Hanya saja aku teringat sesuatu, jadinya rada melamun sedikit hi hi hi.” Alec berusaha membuat gundah dihatinya bukanlah masalah besar.

“Come on let’s walking walking…” kata mereka berdua serempak.

Mereka berjalan pelan kearah The Blue House yang hanya beberapa kilometer dari taman Samch’ong. “Kalau obat seperti ginseng dimana ya aku bisa dapat?” Tanya Alec. Akhir akhir ini kesehatan ibunya menurun. Karena faktor kesehatan inilah ayahnya tidak mengijinkan Alec tinggal lama di Seoul. Kalau bukan karena rencana perjodohan, maka Alec tidak akan pernah ke Seoul.

“Umm…aku rasa di pasar Kyondong banyak penjualnya. Wah sepertinya hari ini benar benar keliling Seoul,” kata Yool sambil tertawa. Sesaat dia merasa pusing. Dia berhenti, lalu mengerjap ngerjapkan matanya.

“Kau tidak apa apa Yool?”

“Sebentar…”

“Kau sakit?” Tanya Alec lagi.

“Hanya kurang tidur,” kata Yool singkat.

Kemudian mereka berjalan lagi. Setelah Yool berhasil meyakinkan Alec kalau dia tidak apa apa. Akhirnya mereka sampai di The Blue House. Sekitar dua jam mereka mengikuti tur singkat yang disediakan pihak penyelengga. Setelah berfoto beberapa kali, mereka menggunakan bus untuk ke Tongdaemun Market. Taxi cukup mahal di Seoul. Setelah beberapa kali berputar putar, akhirnya Alec berhasil menemukan tiga jaket, dua tas dan satu tenda besar untuk camping yang merupakan hobinya. Pusing menyergap Yool lagi. Kali ini dia harus berpegangan erat pada tiang lampu dipinggir toko. Alec berjalan cepat kearahnya.

“Benar kau tidak apa apa Yool?” Alec khawatir sekarang.

“Cuma lelah. Aku rasa masuk angin. Kita makan dulu aja ya. Perlu energi nich,” kata Yool dengan nyengir.

“Ok kalau begitu.” Dengan tangan kiri membawa bawaan dan tangan kanan memegang tangan Yool sekali kali, Alec berusaha mencari kedai makanan. Akhirnya dia melihat tulisan Kimchi House. Saat tinggal tiga langkah memasuki restauran itu, Yool limbung kedepan dan jatuh. Dia pingsan. Alec pun panik

“Dowa juseyo (help)!” teriak Alec berulang ulang. Orang orang pun mulai berkerumun disekelilingnya. Alec memegang kepala Yool dan pelan dia taruh dipangkuannya. “Yool! Yool! Bangun Yool! Ada apa denganmu?” Alec benar benar panik sekarang. Yool tidak sadar juga. “Dowa juseyo (help)! Ppalliyo (hurry)! Ambyulleon seureul bureuseyo (call an ambulance)!” suara Alec bergetar.

Orang orang pun bergegas menelphon ambulan dari handphone mereka. Seorang wanita muncul dari kerumunan itu. Gaea Zhao. “Geokjeonghaji maseyo (don’t worry). Nun jeonhwa (I’ve called). Hanggung mal haljjul aseyo (do you speak Korea)?” Tanya Gaea.

“Hanggung mal mareun jeonhyeo (I don’t speak Korea). Yeong-eo jogeumbakke moteyo (I speak English),” kata Alec terbata bata.

“Okay kalau begitu. Tenanglah, ambulance sebentar lagi datang. Aku seorang dokter. Dia ada apa?” Gaea berusaha membuat perkiraan.

“Aku tidak tahu. Dia hanya mengeluh pusing. Katanya mungkin masuk angin.”

Lalu Gaea melakukan pemeriksaan standar. Dia kelihatan cemas saat melihat wajah pucat milik pemuda yang ada dihadapannya. Dia sadar sekarang siapa yang sedang ditanganinya. Lee Yool Seong Junna. “Kenapa dia masih disini? Bukankah dia di Jepang?” Tanya Gaea melihat kearah Alec. Gaea terkejut sekali lagi saat dia benar benar melihat siapa yang diajaknya bicara sekarang. “Alec?!? Yang kemarin khan?!?”

“Ohh! Kau Gaea yang kemarin dengan Shenka? Kau mengenalnya?” Tanya Alec terkejut sambil menunjuk kearah Yool.

Gaea mengangguk pelan.

Saat itulah Yool yang lemah sadarkan diri. Dengan kabur dia melihat sosok Gaea dan dia langsung mengenali wanita itu. “Gaea,” panggil Yool lemah dan pelan.

Gaea langsung membungkuk dan mendekatkan telinganya kebibir Yool. “Ada apa Seong Junna?”

“Jangan memberitahu istana. Telp ibuku.” Dan Yool kembali tidak sadarkan diri.


***


Selir Lee datang dengan tergesa gesa menuju ruang gawat darurat ditemani Hide. Saat melihat Gaea Zhao mereka terkejut. Akhirnya rahasia ini harus dibuka.

“Selir Lee,” panggil Gaea.

“Jangan keras keras aku mohon. Aku tidak ingin semuanya tahu. Yool pun demikian. Apakah sudah tahu keadaannya?” Tanya Selir Lee pelan sambil menarik lengan Gaea ketempat yang agak sepi.

Alec disudut ruangan. Hide menghampirinya. Hide menghampirinya, menanyakan dengan detail kejadiannya. Akhirnya Hide hanya menggelengkan kepala. “Aku sudah bilang padanya untuk banyak istirahat. Kalau Gaea sudah tahu, apa semuanya masih bisa ditutupi?” Tanya Hide pada dirinya sendiri.

“Kenapa cewek itu memanggil Yool dengan sebutan Seong Junna?” Tanya Alec.

“Kau belum tahu?” Tanya Hide balik. Akhirnya Hide pun menjelaskan tentang sakit yang diderita Yool dan siapa sebenarnya Yool.

Alec mundur selangkah karena kaget. Dia benar benar tidak menyangka. Teman barunya adalah pewaris tahta kerajaan Korea. Teman barunya mengidap leukemia stadium satu.


***


“Dia sakit Dr.Zhao, tapi berjanjilah padaku kau tidak akan mengatakan pada siapapun terutama Shenka tentang penyakitnya. Kau tahu itu Dr.Zhao?” tegas Selir Lee dengan mencengkram lengan Gaea.

“Dia sakit apa sebenarnya? Hasil laboratorium baru keluar satu jam lagi. Aku mohon katakan, biar kita bisa menanganinya dengan cepat dan sebelum terlambat,” kata Gaea memohon.

“Semuanya sudah terlambat. Mungkin ini jalan yang diberikan Tuhan atas semua masalah yang terjadi akhir akhir ini.” Selir Lee berhenti sejenak. Air matanya menetes. Dia benar benar khawatir dengan kesehatan Yool. “Dia sakit leukemia. Stadium awal menurut rumah sakit di Jepang.”

“Ya Tuhan!” Gaea terpekik pelan.


***


Saat Yool tersadar, dia menemukan dirinya terbaring dikamar sendirian, dengan selang infus ditangan kirinya. Kepalanya masih pusing. Tenggorokannya haus. Dia berusaha untuk bangun, tapi pinggangnya terasa berat untuk digerakkan. Saat itulah Hee masuk bersama Hide.

“Hei! Hei! Kau mau apa?” Tanya Hee sambil berlari keranjang Yool.

Yool berusaha mengucapkan sebuah kata, tapi tenggorokannya terlalu kering. Akhirnya dia hanya bisa menunjuk gelas yang ada diatas meja. Setelah meminum beberapa teguk, tenggorokannya lumayan. “Umma?” Yool menanyakan ibunya.

“Ada diruangan Gaea. Kau istirahat saja,” kata Hee pelan sambil menggenggam tangan kanan Yool untuk memberi semangat.

“Harusnya kau dengarkan aku. Tidak akan seperti ini jadinya,” kata Hide kesal.

Yool berusaha untuk tersenyum. “Alec?”

“Dia sudah tahu semuanya. Siapa dirimu, kau sakit apa. Dan dia memaki maki dirinya sendiri karena memaksamu keluar hari ini.” Hide menjelaskan dengan nada kesal. Kesal karena Yool tidak pernah mendengarkan nasehatnya.

“Kenapa kau sembunyikan dariku?” Tanya Hee pelan kearah Yool. “Kita teman. Kita sahabat. Kenapa baru memberitahuku terakhir kali ha?”

“Maaf Hee,” jawab Yool pelan.

Hee hanya menunduk. “Apa karena kakakku? Kalian takut aku bocorkan?”

“Salah satunya,” kata Hide berusaha menghibur Hee yang kecewa.

“Tidak ada maksud apa apa Hee. Aku Cuma berpikir semakin sedikit yang tahu semakin baik. Hide tahu rumah sakit yang bagus selama aku di Jepang. Jadi terpaksa aku membicarakan hal ini dengannya,” Yool menjelaskan.

“Sudahlah. Tidak apa apa. Aku tidak akan mengatakan apa apa pada kakakku, kalau itu yang kau inginkan. Masalahnya sekarang Gaea juga tahu. Kau harus berusaha keras untuk membujuknya untuk tidak memberitahu Kak Shen.” Hee tersenyum kecut kearah Yool.

Yool mengangguk pelan. “Aku ingin bertemu Oe Nii,” kata Yool pelan. Hatinya sesak. Rasa yang ditahannya dalam hati tidak bisa dia tahan, akhirnya air mata itu keluar juga. “Sungguh aku ingin bertemu dengannya.”

“Kalau kau mau, aku bisa menjemputnya sekarang,” kata Hee.

“Tapi…” kata Yool pelan.

“Tapi kenapa Yool?” Tanya Hee penasaran.

“Aku tidak bisa. Dia tidak boleh melihatku seperti ini,” kata Yool pelan dengan menahan emosinya.

Hide hanya bisa menepuk pelan bahu sahabatnya itu. Hide merasakan iba melihat penderitaan Yool. Sahabatnya itu semakin hari semakin kurus. “Yool, katakan pada kita apa yang paling kau inginkan?” Tanya Hide sambil tersenyum.

“Kau pasti punya keinginan yang paling kau idam idamkan. Coba katakan saja.” Hee memberi semangat.

Akhirnya mereka bertiga bercakap cakap sambil bercanda seperti teman lama yang sudah lama tidak bertemu. Apa pun itu keinginan Yool, Hide dan Hee pasti akan berusaha untuk mewujudkannya.


***


Alec membawa tanaman bonsai dari buah pear yang sedang berbunga. Katanya, harum bunganya bisa memberi semangat untuk orang yang sakit. Saat dia membuka pintu kamar Yool lebar lebar, dia melihat Gaea sedang memeriksa Yool. Alec tersenyum kearah Yool, lalu dia menunggu diluar membiarkan Gaea menyelesaikan tugasnya. Saat Gaea melangkah keluar, Alec menyapanya. “Dokter, bagaimana dengannya?” Tanya Alec pelan.

“Sudah baikan. Alec Soon bukan?” Tanya Gaea sambil tersenyum.

Alec tersenyum. “Iya…kita pernah ketemu sebelumnya di Plaza de Seoul.”

“Sewaktu pesta ulang tahun Yang Mulia Paduka. Shenka sempat menyebut namamu.”

“Oh begitu rupanya.” Alec tersenyum.

“Satu hal, tolong jangan sebut sebut masalah perjodohanmu dengan Shenka didepan Yool okay,” kata Gaea menegaskan.

“Aku sudah tahu semuanya. Jangan khawatir.”

“Baguslah kalau begitu.” Gaea menepuk pundak Alec. “Cepatlah masuk, Yool sudah menunggumu.”

Saat Alec melangkah masuk, dia melihat Yool duduk diranjangnya. Mukanya masih sedikit pucat. Senyum manisnya bertengger dibibir Yool yang tipis. Alec meletakkan bonsai diatas meja. “Kau sudah baikan?”

Yool mengangguk pelan. “Duduklah disini, aku ingin ngomong sedikit denganmu.”

“Apa yang ingin kau omongkan ha?”

“Kau sudah tahu semuanya tentang aku khan, tidak masalah?”

Alec tertawa. “Memangnya kenapa? Hanya gelarmu itu yang membuatku menelan ludahku sendiri. Gila benar…seorang pewaris tahta. Pantas saja kau senewen pas aku sebut sebut nama Shenka.”

“Kau sudah bertemu dengannya?”

“Tentu sajalah.” Alec langsung terdiam. Dia tidak ingin salah ngomong. Dia mencoba menata kalimatnya.

“Aku dengar dia dijodohkan dengan seseorang,” kata Yool pelan yang membuat Alec menggenggam erat jari jarinya.

“ooo…begitu ya.”

“Selama Shenka suka lelaki itu, dan lelaki itu bisa sabar dengannya, aku rasa tidak masalah. Tapi jujur, sewaktu aku dengar masalah ini, aku benar benar marah.”

“Aku tahu kenapa kau merasa seperti itu,” kata Alec pelan.

“Benarkah kau tahu?” Tanya Yool dengan nada agak sinis.

Alec mengangguk, “Asalkan kau berbicara jujur dan semua alasanmu masuk akal, aku rasa laki laki itu akan tahu maksud baikmu.”

“Aku hanya memikirkan kebaikan Shenka. Aku tidak ingin dia tertekan dengan perjodohan ini. Kalau aku jadi laki laki itu, aku akan tanyakan bagaimana perasaannya mengenai hal ini. Bisa kau ambilkan gelas itu untukku?” pinta Yool.

Alec memberikan gelas itu. Saat Alec membungkuk untuk membantu Yool minum, Alec berkata, “Jangan khawatir, laki laki itu cukup tahu diri.”

“Baguslah kalau begitu. Aku bisa sedikit tenang,” kata Yool pelan lalu tersenyum kearah Alec.

Alec tersenyum. “Kau tenang saja, tapi hari ini aku cukup terkejut kau sudah tahu masalah ini.”

“Ingat kalau aku seorang Lee Yool Seong Junna. Banyak informasi yang aku dapat dalam hitungan jam jika aku mau.” Yool tertawa. “Kau orang baik Alec Soon. Aku tahu dari matamu. Tapi kebaikanmu tidak berarti apa apa jika harus mengorbankan kebahagiaan Shenka. Bicaralah dengannya. Tanyakan apa yang dia inginkan dengan semua rencana ini. Apapun yang terjadi nanti, kau dan aku tetap teman. Aku dan Shenka tetaplah kakak adik.”

Alec mengangguk pelan. Dia tahu maksud baik Yool. Senyumnya tulus untuk Yool. Hatinya memanjatkan sedikit doa untuk kesembuhan Yool dengan mantap. “Yool…” Alec berhenti sejenak, “Jika kau menghendaki, aku akan menolak perjodohan ini walaupun sebenarnya aku sudah mulai tertarik dengan Shenka. Tapi aku pikir pikir lagi, semua ini hanya memenuhi keinginan Ayahku. Aku hanya ingin berbakti padanya.”

Yool tersenyum, “Tanyalah pada dirimu sendiri apakah kau benar benar menginginkan perjodohan ini. Kalaupun iya adalah jawabannya, jangan lupakan perasaan Shenka juga. Kalau dia juga setuju, maka aku hanya bisa merestui kalian berdua. Masa laluku dengan Shenka jangan kau ungkit lagi. Sekarang itu hanyalah kenangan. Tidak mungkin bagiku untuk bersama dengannya. Kecuali aku cukup berani untuk membuat Tuhan murka.” Yool tertawa pelan. Hatinya pedih. Lalu dia hanya bisa mendesah dalam. Dia memalingkan wajahnya kearah jendela dan mulai memandang kosong sebatang pohon eks yang ada didepan jendela kamarnya. “Mungkin memang harus seperti ini jalan keluarnya buatku dan Shenka. Jadi jangan merasa terbebani, apalagi merasa bersalah pada kami berdua. Itu semua sudah berakhir. Dan kau harus membantuku membuatnya bahagia. Tahukan maksudku Alec?”

Alec menepuk bahu Yool pelan lalu tersenyum dengan tulus. Alec membatin, “Berarti Yool belum tahu masalah Christ.”



...to be continue...

1 comment:

Anonymous said...

Kami sekelompok relawan dan memulai inisiatif merek baru dalam sebuah komunitas. weblog Anda diberikan kepada kita informasi berharga untuk bekerja pada. Anda telah melakukan pekerjaan yang menakjubkan!.

Related Posts with Thumbnails